Jawab No. 1
Ada 3
jenis strategi pembelajaran yang menekankan pada ada tidaknya interaksi antar
siswa, yakni :
1.Strategi Pembelajaran Kooperatif
Penerapan strategi pembelajaran
kooperatif paling efektif pada kelompok murid yang memiliki kemampuan heterogen.
Dalam pendidikan yang mengintegrasikan anak tunagrahita belajar bersama anak
normal, misalnya. Strategi pembelajaran ini akan lebih relevan dengan kebutuhan
anak tunagrahita yang kecepatan belajarnya tertinggal dengan anak normal.
Strategi pembelajaran ini bertitik tolak dari semangat kerja saja, dimana
mereka yang lebih pandai dapat membantu temannya yang masih mengalami kesulitan
dalam suasana keakraban dan kekeluargaan
2. Strategi Pembelajaran Kompetitif
Pada hakikatnya setiap individu
memiliki kebutuhan untuk mencapai prestasi dan mendapat penghargaan. Dengan
adanya kebutuhan tersebut, maka tumbuhlah motivasi belajar anak untuk
meraihnya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh guru adalah dengan
menggunakan strategi pembelajaran kompetitif.
3.Strategi Pembelajaran Individual atau
Individualisasi Pengajaran
Pengajaran Individual adalah
pengajaran yang diberikan kepada murid – murid seorang demi seorang atau secara
terpisah.
Jawab No. 2
A.
TUJUAN
PENDIDIKAN ANAKTUNADAKSATujuan pendidikan anak tunadaksa mengacu pada Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 1991 agar peserta didik mampumengembangkan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam
sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti
pendidikan lanjutan.
7 aspek
yang diadaptasikan sebagai berikut.
1.
Pengembangan Intelektual dan AkademikPengembangan aspek ini dapat dilaksanakan
secara formal di sekolah melalui kegiatan pembelajaran. Di sekolah khusus anak
tunadaksa (SLB-D) tersedia seperangkat kurikulum dengan semua pedoman
pelaksanaannya, namun hal yang lebih penting adalah pemberian kesempatan dan
perhatian khusus pada anak tunadaksa untuk mengoptimalkan perkembangan
intelektual dan akademiknya.
2.
Membantu Perkembangan FisikOleh karena anak tunadaksa mengalami kecacatan fisik
maka dalam proses pendidikan guru harus turut bertanggung jawab terhadap
pengembangan fisiknya dengan cara bekerja sama dengan staf medis. Hambatanutama
dalam belajar adalah adanya gangguan motorik.Oleh karena itu, guru harus dapat
mengatasi gangguan tersebut sehingga anak memperoleh kemudahan dalam mengikuti
pendidikan. Guru harus membantu
memelihara kesehatan fisik anak, mengoreksi gerakan
anak yang salah dan mengembangkan ke arah gerak yang normal.
3 Meningkatkan Perkembangan Emosi dan Penerimaan
Diri AnakDalam proses pendidikan, para guru bekerja sama dengan psikolog harus
menanamkan konsep diri yang positif terhadap kecacatan agar dapat menerima
dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan lingkungan sekolah yang
kondusif sehingga dapat mendorong terciptanya interaksi yang harmonis.
4. Mematangkan Aspek Sosial Aspek sosial yang
meliputi kegiatan kelompok dan kebersamaannya perlu dikembangkan dengan
pemberian peran kepada anak tunadaksa agar turut serta bertanggung jawab atas
tugas yang diberikan serta dapat bekerja sama dengan kelompoknya.
5. Mematangkan Moral dan SpiritualDalam proses
pendidikan perlu diajarkan kepada anak tentang nilai-nilai, norma kehidupan,dan
keagamaan untuk membantu mematangkan moral dan spiritualnya.
6. Meningkatkan ekspresi diri Ekspresi diri anak
tunadaksa perlu ditingkatkan melalui kegiatan kesenian, keterampilanatau
kerajinan.
7 Mempersiapkan Masa Depan AnakDalam proses
pendidikan, guru dan personel lainnya bertugas untuk menyiapkan masa depan
anak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membiasakan anak bekerja sesuai
dengan kemampuannya, membekali mereka dengan latihan keterampilan yang
menghasilkan sesuatu yang dapat dijadikan bekal hidupnya.
Jawab No. 3
Pengklasifikasian anak tuna
laras banyak ragamnya antara lain sebagai berikut:
- Klasifikasi yang dikemukakan oleh Rosembera dkk (1992) adalah anak tuna laras dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang beresiko tinggi dan rendah; yang berisiko tinggi, yaitu hiperaktif , agresif, pembangkang, delinkuensi dan anak yang menarik diri dari pergaulan sosial, sedangkan yang berisiko rendah yaitu autisme dan skizofrenia.
- Sistem klasifikasi kelainan perilaku yang dikemukakan oleh Quay ( 1979) dalam Samuel A. Kirk and James J. Gallagher (1986) yang dialihbahasakan oleh Moh. Amin, dkk (1991:51) adalah sebagai berikut:
a.
Anak yang mengalami gangguan perilaku yang kacau (conduct Disorder)
mengacu pada tipe anak yang melawan kekuasaan, seperti bermusuhan dengan polisi
dan guru, kejam, jahat, suka menyerang, dan hiperaktif.
b.
Anak yang cemas-menarik diri (anxious-withdraw) adalah anak yang pemalu,
takut-takut, suka menyendiri, peka dan penurut. Mereka tertekan batinnya.
c.
Dimensi ketidakmatangan (immaturity) mengacu pada anak yang tidak ada
perhatian, lambat, tidak berminat sekolah, pemalas, suka melamun dan pendiam.
Mereka mirip seperti anak autistik.
d.
Anak agresi sosialisasi (socializ aggressive) mempunyai ciri atau masalah
perilaku yang sama dengan gangguan perilaku yang bersosialisasi dengan “geng”
tertentu. Anak tipe ini termasuk dalam perilaku pencurian dan pembolosan. Mereka
merupakan suatu bahaya bagi masyarakat umum.
Secara umum
anak tuna laras menunjukkan ciri-ciri tingkah laku yang ada persamannya pada
setiap klasifikasi yaitu kekacauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri,
kurang dewasa, dan agresif
SEMANGAT PAK
BalasHapusRangkuman Modul UT PGSD Lengkap
Rangkuman Modul UT PGSD BI Lengkap
Rangkuman Modul Universitas Terbuka Lengkap
Alhamdulillah
Hapus